Sekitar 100 ribu kelelawar membuat pemerintah kota wisata Batemans Bay di New South Wales, Australia, pening kepala. Pasalnya, selama berbulan-bulan, binatang malam ini menjadikan kota itu sebagai rumah mereka. Pemerintah kota itu mengumumkan dana Aus$ 2,5 juta (Rp 24,5 miliar lebih) untuk memindahkan kelelawar tersebut.

Hal ini menjadi berita baik bagi warga, yang telah merasa terjebak seperti tahanan di kota mereka sendiri karena wabah hewan itu. Sejak Maret, dewan kota telah mencatat peningkatan signifikan keluhan warga.

“Kami sudah mendapat banyak keluhan dari warga yang merasa bahwa mereka menjadi tahanan di rumah mereka sendiri. Mereka tidak bisa keluar. Mereka harus menghidupkan AC sepanjang waktu dengan jendela ditutup,” kata Menteri Lingkungan New South Wales Mark Speakman kepada ABC News sebagaimana dikutip Mashable, Jumat, 27 Mei 2016. “Keadaannya benar-benar seperti keadaan darurat.”

Serangan kelelawar tersebut membuat penduduk setempat menjalani aktivitas sehari-hari dengan suara ribuan kelelawar terus-menerus. “Saya tidak bisa membuka jendela. Saya tidak dapat menggunakan tali jemuran. Saya tidak bisa belajar karena kebisingan berjalan terus. Saya tidak bisa berkonsentrasi. Ini tidak menyenangkan,” ujar Danielle Smith, seorang penduduk kota, kepada Sky News. “Kelelawar ini datang dan mereka menjadi di luar kendali. Kami tidak bisa melakukan apa pun karena mereka.”

Cara pihak berwenang menyingkirkan mereka masih menjadi tanda tanya dewan kota. Dalam rancangan rencana dewan, terdaftar berbagai solusi termasuk penyemprotan pohon dengan penghalang atau menggunakan orang-orangan plastik yang bergerak.

Menurut Museum Australia, kelelawar dengan rambut putih seukuran 23-28 sentimeter itu sebagian besar memakan buah-buahan, seperti buah ara serta serbuk sari dan nektar. Mereka terdaftar sebagai spesies yang rentan, sehingga membunuh hewan itu termasuk tindakan ilegal.
(tempo.com)